“Aku ingin pergi saja dari rumah, titip adekmu”
Aku hanya bisa terdiam, tidak menjawab perkataan ibu
Ibu sudah sering seperti itu, biarkan saja
Paling juga hanya gertakan, tak pernah benar-benar pergi meninggalkan.
“Tolong carikan, hanya kamu yang bisa ibu mintain tolong, harus kemana lagi kalau bukan kamu”
“Tidak ada siapa-siapa lagi bu, yang bisa saya tanya”
“Tolonglah, ibu perlu sore ini, kalau tidak ibu stres mikirinnya tidak berhenti-henti”
Siapa suruh berhutang jika tidak mampu membayar, batinku
Aku tidak bisa mengucapkan langsung seperti itu pada ibu
Bisa-bisa aku yang jadi sasarannya untuk kata-kata kasar dan hinaan itu
Tidak percaya? Ibuku tidak seperti ibu-ibu biasanya
Suka ngomong kasar bahkan mendoakan yang jelek-jelek terhadap anaknya sendiri
Terakhir aku tau kalau dia mengadu domba antara aku dan temannya yah sahabatnya lah yang dia katakan
“Kamu itu sebagai anak tidak tahu apa-apa, teman-teman ibu yang sering menolong ibu”
Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku, aku tidak berniat untuk mengungkit. Tapi apa yang selama ini aku kerjakan untuk ibu itu sia-sia dianggapnya.
Aku harus cerita kemana kalau seperti ini?
Aku tahan dalam hati, terlalu sesak.
Usiaku sudah 25 tahun, tahun ini. Dan kejadian itu sudah aku rasakan dari aku mulai mendapatkan penghasilan dari pekerjaan.
Mungkin tidak semua, tapi aku selalu memberikan pada ibu.
Ngomongnya selalu tidak pernah memberi, tidak pernah memperhatikan bahkan dibilang tidak perduli.
Aku tau mau seperti apapun aku melakukan sesuatu untuk ibu tidak akan pernah bisa membalas waktu aku dikandung, dilahirkan dan dipelihara.
Tapi, gimana ketika ibu kandungku sendiri mengatakan ia salah telah mengandung dan melahirkan aku
Hati anak mana yang tidak terluka ketika mendengar dari mulut seorang ibu kandungnya sendiri
Aku ingin sekali tidak perduli tapi dia ibuku, mau bagaimanapun ia adalah ibuku
Hari itu hujan turun tidak seperti biasanya, bersama angin yang memporak-porandakan dedaunan di halaman
Dengan lunglai, aku berjalan dari atas kasur menuju teras rumah untuk merapikan barang-barang yang berjatuhan akibat angin kencang
Belum menuju teras, aku melihat ibu berbaring di atas karpet bulu yang aku belikan bulan lalu
Ia memejamkan mata, sepertinya lelah setelah memarahiku tadi, aku berlalu
Tiba-tiba aku mendengar teriakan tepat dibelakangku, aku tersentak
Berbalik arah dan melihat ibu berdiri dengan mata yang melotot
Tertawa nyaring yang bisa saja tetangga kiri kanan keluar saking kerasnya ibu tertawa
Badanku tidak karuan, aku takut. Tapi aku harus berusaha tenang didepan adik-adikku yang mulai menangis
Tawanya mulai melemah tapi terus mengeluarkan kata-kata yang kami tidak mengerti ibu sedang berbicara apa
Karena merasa aneh dengan perilaku ibu, aku dengan spontan membaca ayat-ayat Al-Quran kalau-kalau saja ibu sedang kesurupan.
Ini sangat aneh, tidak biasanya ibu seperti ini.
Ternyata benar, ibu mulai bereaksi dengan bacaan-bacaanku. Berteriak minta aku menghentikan bacaan itu sambil berkata aku bukanlah anaknya.
“Aku bukan ibumu dan aku tidak pernah melahirkanmu”
Lambat laun ibu mulai tersadar, Ia menolak untuk aku genggam tangannya
Yang ada ibu malah memarahiku ketika melihat adik-adik menangis
“Kamu kemana sih, itu adik-adikmu menangis bukannya didiemin malah dibiarin. Diamkan sana ibu capek dengan tangisan mereka”
Diujung sayap mataku aku melihat ibu tersenyum sinis melihat aku berusaha membujuk adik.
Komentar
Posting Komentar